MAKALAH RESUSITASI
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Ayu Lestari :
141540101
Dewi Astri Wulandari :141540105
Martha Marbangwa :141540115
Riska Yulinda Sari :141540126
Rispika :141540127
Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang
Tahun Ajaran 2014/2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat karunia-Nyalah, makalah yang berjudul “Resusitasi”
ini bisa diselesaikan. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah
pengetahuan tentang pengertian,tujuan, faktor-faktor dan tindakan yang
dilakukan tentang resusitasi. Sehingga dengan mengetahui penanganannya yang
benar, seorang tenaga kesehatan dapat segera mengambil tindakan sehingga
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan neonatus yang optimal.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada dosen yang telah memberikan tugas untuk menulis makalah ini, serta
kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisannya, yang
senantiasa memotivasi.
Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapakan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktik
resusitasi bayi baru lahir mengalami
perkembangan yang pesat dalam 40tahun terakhir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli
resusitasi harus tersedia di tempat kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun
di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus mengikuti pendekatan yang
sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik.
Waktu adalah
hal yang paling penting. Keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi. Bertindaklah
dengan cepat, akurat dan lembut. Tindakan dianjurkan untuk setiap situasi
spesifik. Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang harus dilakukan dan
tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai. Hal ini
merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan.
Tiga parameter kunci yang perlu dievaluasi adalah frekuensi jantung, aktifitas pernapasan dan warna kulit.
Sementara
asfiksia saat lahir merupakan alasan utama untuk resusitasi bayi baru lahir,
terjadi sejumlah situasi lain diruang bersalin yang membutuhkan tindakan
tambahan.
Di dalam
setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi
bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu
yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit
tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau
meninggal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari
latar belakang di atas dan sesuai dengan
judul makalah resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah
1.
Apa pengertian
dari resusitasi ?
2.
Apa tujuan dari
resusitasi ?
3.
Apa faktor
faktor yang mempengaruhi resusitasi ?
4.
Pada saat kapan tanda
tanda resusitasi perlu dilakukan ?
5.
Bagaimana rumus
resusitasi ?
6.
Bagaimana
resusitasi jantung pada ibu hamil ?
7.
Bagaimana
tindakan resusitasi setelah persalinan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Resusitasi
Resusitasi
adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran
seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan
menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah “menghidupkan
kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah
suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD)
dan bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.
Bantuan
hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway)
tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus
dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas
dan segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan
dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat
vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut).
Resusitasi
dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam, stroke,
obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak,
tersengat listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena
fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi
elektromekanikal.
Resusitasi jantung
paru-paru atau CPR
adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas
karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan untuk membuka kembali jalan napas
yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat dibutuhkan bagi orang
tenggelam, terkena serangan jantung, sesak napas karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya.
B. Tujuan Resusitasi
Tindakan resusitasi
merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai
dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian
dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang
bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II
(advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan,
sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif
pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung
pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan
hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi
kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen,
lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama
sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan
dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak
terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 –
5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak
negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Resusitasi pada bayi baru lahir (
BBL ) bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian
hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena
disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi yang
mengalami asfiksia.
Tujuan Resusitasi:
1.
Memulihkan
fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
2.
Untuk oksigenasi darurat
3.
Mempertahankan jalan nafas yang bersih
4.
Membantu pernapasan
5.
Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan
6.
Untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi
Hipoksia yang disebabkan kegawatan
pernafasan akan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan
hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997).
Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu
yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan
dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan
tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya
setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi
dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan
pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin lambat dimulainya tindakan
resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya usaha nafas dan
makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan tata laksana
penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan tata
laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan
dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila
dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti nafas pada saat
kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan otak yang
menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi
atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998).
Keberhasilan
resusitasi tergantung kepada :
1. Keadaan miokardium
2.
Penyebab terjadinya henti jantung
3.
Kecepatan dan ketepatan tindakan
4.
Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5.
Perawatan khusus di rumah sakit
6.
Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)
D. Tanda-tanda Resusitasi Perlu Dilakukan
1.
Pernafasan
Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat.
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1
menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan,
misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya
30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2.
Denyut jantung – frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung
menunjukkan bahwa denyut jantung bayi tidak teratur. Frekuensi
denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah
dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria
mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara
terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 =frekuensi denyut
jantung selama 1 menit) Hasil penilaian:
a.
Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas
spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
b.
Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi
bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan
Positif).
c.
Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat
atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung
baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central,
oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu
diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain
karena suhu ruang bersalin yang dingin.
3. sumbatan
jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh
ke posterior.
4. kondisi
depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya
obat anestetik,
analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
5. kerusakan
neurologis.
6. kelainan
/ kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan /
atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan /
sirkulasi.
7. syok
hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
E. Rumus ABC Resusitasi
Pada Keadaan
normal, oksigen diperoleh dengan bernapas dan diedarkan dalam aliran darah ke
seluruh tubuh. Bila proses pernapasan dan peredaran darah gagal, diperlukan
tindakan resusitasi untuk memberikan oksigen ke tubuh. Tindakan ini didasarkan
pada 3 pemeriksaan yang disebut langkah-langkah ABC resusitasi: Airway (saluran
napas), Breathing (bernafas), dan Circulation (peredaran darah). Untuk orang
yang tidak sadar, ikuti urutan ABC sebelum memberikan pertolongan lain Buka
saluran napas, usahakan agar si pasien bernafas, dan periksa kelancaran
peredaran darahnya dari denyut nadi atau petunjuk lain seperti kewajaran warna
kulitnya. Bila pasien tidak bernafas, segera berikan pernapasan bantuan untuk
meniupkan oksigen ke tubuhnya. Bila tidak ada denyut atau tanda peredaran darah
lalin, segeralah lakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation; resusitasi
jantung-paru)
Untuk
membuka saluran napas, letakkan satu tangan di dahi pasien, dan dua jari tangan
di bawah dagunya. Dengan lembut dongakkan kepalanya dengan menekan dahi sambil
sedikit mendorong dagu pasien.
Memeriksa ada tidaknya napas, dengarkan bunyi napasnya
atau rasai dengan pipi anda sampai 10 detik. Bila tak ada tanda bernafas,
mulailah pernapasan buatan.
3.
Circulation
Untuk
memeriksa peredaran darah, raba denyut nadi dengan dua jari selama 10 detik.
Untuk bayi rabalah denyut brakhial di bagian dalam lengan. Untuk orang dewasa
atau anak-anak, raba denyut karotid di leher di rongga antara trakhea(saluran
udara)dengan otot besar leher. Periksa tanda-tanda lain peredaran darah,
misalnya kewajaran warna kulitnya. Bila tak ada tanda-tanda peredaran darah,
segera lakukan CPR. Pada Asuhan Kebidanan
ada resusitasi jantung paru pada ibu hamil , Bayi Baru Lahir (BBL),serta anak
yang membutuhkan pertolongan
F. Resusitasi Jantung Pada Ibu Hamil
1. Tujuan Resusitasi Jantung
a.
Mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada
henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada ibu
hamil
b.
Mencegah
berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
c.
Memberikan
bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti
nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
2.
Langkah – langkah
Resusitasi pada Ibu Hamil
Berikut adalah langkah-langkah
resusitasi jantung paru pada kehamilan:
a.
Periksa kesadaran ibu dengan memanggil atau
menggoyang-goyangkan tubuh ibu. Bila ibu tidak sadar, lakukan langkah-langkah
selanjutnya.
b.
Panggil bantuan tenaga kesehatan lain dan bekerjalah
dalam tim.
c.
Khusus untuk ibu dengan usia kehamilan >20 minggu (uterus di atas
umbilikus), miringkan ibu dalam posisi
berbaring ke sisi kiri dengan sudut 15-30° atau bila tidak memungkinkan, dorong
uterus ke sisi kiri (lihat gambar
berikut).
Mendorong
uterus ke kiri
d.
Bebaskan jalan napas. Tengadahkan kepala ibu ke
belakang (head tilt) dan angkat dagu (chin lift). Bersihkan benda asing di
jalan napas.
e.
Bila ada sumbatan benda padat di jalan napas, sapu
keluar dengan jari atau lakukan dorongan pada dada di bagian tengah sternum
(chest thrust). Hindari menekan
prosesus xifoideus!
Chest thrust
- Sambil menjaga terbukanya jalan napas, “lihat – dengar – rasakan” napas ibu (lakukan cepat, kurang dari 10 detik) dengan cara mendekatkan kepala penolong ke wajah ibu. Lihat pergerakan dada, dengar suara napas, dan rasakan aliran udara dari hidung/mulut ibu.
1)
Jika ibu bernapas normal, pertahankan posisi, berikan
oksigen sebagai tindakan suportif. Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu
tetap bernapas normal.
Menilai
pernapasan
- Jika ibu tidak bernapas atau bernapas tidak normal, periksa pulsasi arteri karotis dengan cepat (tidak lebih dari 10 detik).
Memeriksa
pulsasi arteri karotis
- Bila nadi teraba namun ibu tidak bernapas atau megap-megap (gasping), berikan bantuan napas (ventilasi) menggunakan balon-sungkup atau melalui mulut ke mulut dengan menggunakan alas (seperti kain, kasa) sebanyak satu kali setiap 5-6 detik. Pastikan volume napas buatan cukup sehingga pengembangan dada terlihat. Cek nadi arteri karotis tiap 2 menit.
Bantuan
Napas Mulut ke Mulut
Bantuan
Napas dengan Balon dan Masker
- Bila nadi tidak teraba, segera lakukan resusitasi kardiopulmoner.
1)
Resusitasi kardiopulmoner pada ibu dengan usia
kehamilan >20 minggu dilakukan dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-300.
2)
Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi
dilakukan dengan cepat dan mantap, menekan sternum sedalam 5 cm dengan
kecepatan 100-120x/menit.
3)
Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu
berikan 2 kali ventilasi menggunakan balonsungkup atau melalui mulut ke mulut
dengan alas. Tiap ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan ventilasi
yang cukup sehingga pengembangan dada terlihat.
4)
Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan
perbandingan 30:2.
Kompresi
Dada
5)
Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin)
menggunakan jarum ukuran besar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang
tersedia) dan berikan cairan sesuai kondisi ibu.
- Tindakan resusitasi kardiopulmoner diteruskan hingga:
1)
Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti nafas
dan henti jantung telah datang dan mengambil alih tindakan, ATAU
2)
Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU
3)
Penolong kelelahan, ATAU
a)
Ibu menunjukkan tanda-tanda kembalinya kesadaran,
misalnya batuk, membuka mata, berbicara atau bergerak secara sadar DAN mulai
bernapas normal. Pada keadaan tersebut, lanjutkan tatalaksana dengan Berikan
oksigen
b)
Pasang kanul intravena (bila sebelumnya tidak berhasil
dilakukan) dan berikan cairan sesuai kondisi ibu
c)
Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap
bernapas
normal.
normal.
- Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi teratasi, pikirkan dan evaluasi kemungkinan penyebab hilangnya kesadaran ibu, di antaranya:
1)
perdarahan hebat (paling sering)
2)
penyakit tromboemboli
3)
penyakit jantung
4)
sepsis
5)
keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi
lokal)
6)
eklampsia
7)
perdarahan intrakranial
8)
anafilaktik
9)
gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia)
10)
hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit
paru
- Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk melihat perdarahan intraabdomen tersembunyi.
- Atasi penyebab penurunan kesadaran atau rujuk bila fasilitas tidak memungkinkan.
G. Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (BBL)
Resusitasi pada bayi baru lahir ( BBL ) bertujuan
untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan
hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi
penolong tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga
harus menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia.
1. Definisi Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana
bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan
riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan
2. Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat
berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan
bayi berikut ini:
a.
Faktor ibu
1)
Preeklampsia dan eklampsia
2)
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
3)
Partus lama atau partus macet
4)
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria,
sifilis, TBC, HIV)
5)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali
Pusat
1)
Lilitan tali pusat
2)
Tali pusat pendek
3)
Simpul tali pusat
4)
Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1)
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3)
Kelainan bawaan (kongenital)
4)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor
resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya
faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi,
adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus
selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
a.
Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b.
Warna kulit kebiruan
c.
Kejang
d.
Penurunan kesadaran
Semua bayi dengan tanda-tanda asfiksia memerlukan
perawatan dan perhatian segera.
3. Pemeriksaan Fisik
Untuk menilai bayi segera
setelah lahir, dapat dinyatakan sehat atau tidak, maka dilakukan pemeriksaan
nilai APGAR. Nilai APGAR akan membantu dalam menentukan tingkat keseriusan dari
depresi bayi baru lahir yang terjadi serta langkah segera yang harus diambil.
Jumlah nilai seluruhnya didapat dengan jalan mengevaluasi kelima tanda, yaitu:
A = Appearance (penampakan/
kelainan warna)
P = Pulse (nadi atau detak
jantung)
G = Grimace (ringisan atau
respon wajah bayi ketika kakinya disentuh)
A = Activity ( aktivitas
tonus otot lengan dan kaki)
R = Respiration
(pernafasaan)
Cara memberikan penilaian yaitu dengan memberikan nilai 0 sampai 2 yang
dapat dilihat pada tabel sistem APGAR berikut :
Nilai 0
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
|
Warna kulit (Appearance)
|
seluruhnya
biru atau pucat
|
warna kulit
tubuh, tangan, dan kaki
normal merah muda |
|
(Pulse)
|
tidak ada
detang jantung
|
<100
kali/menit
|
>100
kali/menit
|
Respons refleks
(Grimace)
|
tidak ada
respons terhadap stimulasi
|
meringis/menangis
lemah ketika distimulasi
|
meringis/bersin/batuk
saat stimulasi saluran napas
|
(Activity)
|
lemah/tidak
ada
|
sedikit
gerakan terhadap rangsangan
|
bergerak
aktif kaki dan tangan
|
Pernapasan
(Respiration)
|
tidak ada dan
tidak ada tangisan
|
Pernafasan lemah
atau tidak teratur dinding dada tertarik
|
menangis
kuat, pernapasan baik dan teratur
|
Tes ini umumnya
dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi
jika skor masih rendah.
Jumlah skor
|
Interpretasi
|
Catatan
|
8-10
|
Bayi
normal
|
|
4-7
|
Agak
rendah
|
Memerlukan
tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas,
atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.
|
4
|
Sangat rendah
|
Memerlukan
tindakan medis yang lebih intensif
|
Jumlah skor
rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini
membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan
akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor
pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 6 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka
ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan
dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis
segera dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan
kesehatan bayi tersebut.
4. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL)
Persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga,
tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan diri (bidan).
a. Persiapan
Keluarga
Sebelum menolong persalinan,
bicarakan dengan keluarga mengenai kemunginan-kemungkinan yang terjadi pada ibu
dan bayinya dan persiapan persalinan.
b. Persiapan
Tempat Resusitasi
Persiapan
yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:
1)
Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
2)
Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras,
bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas
tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu
yang terbuka). Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
3)
Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan
pengaturan posisi kepala bayi.
4)
Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau
lampu petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
5)
persiapan
Alat Resusitasi
c. persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain
peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap
pakai, yaitu:
1)
2 helai kain/handuk
2)
Bahan ganjal
bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3)
Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
4)
Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal
5)
Kotak alat resusitasi.
6)
Jam atau
pencatat waktu
5. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL)
a. Tahap Awal
1)
Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan
bantuan untuk memulai bernapas.
2)
Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral,
menjaga dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).
Lakukan
langkah awal bila bayi tidak cukup bulan
dan atau bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap, dan atau
tonus otot tidak baik. Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu
30 detik). langkah awal yang perlu dilakukan dalam waktu 30 detik adalah :
a)
Jaga bayi tetap
hangat:
(1)
Letakkan bayi
diatas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat
perineum
(2)
Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
(3)
Pindah bayi keatas
kain ditempat resusitasi
(4)
Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas
b)
Atur posisi
bayi
(1)
Baringkan bayi
terlentang dengan kepala didekat penolong
(2)
Ganjal bahu
agar kepala sedikit ekstensi
c)
Hisap lendir
Gunakan alat
penghisap lendir delee dengan cara sebagai berikut :
(1)
Hisap lendir
mulai dari mulut dulu kemudian dari hidung
(2)
Lakukan
penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar. Tidak pada waktu memasukkan
(3)
Jangan lakukan
penghisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari
3 cm kedalam hidung) hal itu akan menyebabkan denyut jantung bayi menjadi
lambat atau bayi tiba-tiba berhenti nafas.
d)
Keringkan dan
rangsang bayi
(1)
Keringkan bayi
mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit bantuan.
Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai bernafas atau tetap
bernafas.
(2)
Lakukan
rangsangan taktil dengan cara : menepuk atau menyentuh telapak kaki kemudian
menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan
penolong.
e)
Atur kembali
posisi kepala bayi dan bungkus bayi
(1)
Ganti kain yang
telah basah dengan kain dibawahnya
(2)
Bungkus bayi
dengan kain tersebut jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau
pernafasan bayi.
(3)
Atur kembali
posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi
f)
Lakukan
penilaian bayi
(1)
Bila bayi
bernafas normal, berikan bayi kepada ibunya kemudian letakkan bayi diatas dada
ibu dan selimuti keduanya untuk penghangatan dengan cara kontak kulit bayi ke
kulit ibu lalu anjurkan ibu untuk menyusui bayi sambil membelai.
(2)
Bila bayi tidak
bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi bayi.
b. Tahap ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan untuk memasukkan sejumlah volume udara
kedalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkah ventilasi :
1)
Pasang sungkup
Pasang dan
pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan
hidung bayi sehingga tidak ada kemungkinan udara bocor.
2)
Ventilasi 2
kali
a)
Lakukan tiupan
dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal ini
sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan
menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
b)
Lihat apakah
dada bayi mengembang
Bila tidak
mengembang periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah ekstensi kemudian
periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor. Setelah itu
periksa cairan atau lendir dimulut bila ada lendir atau cairan lakukan
penghisapan. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air(ulangan), bila dada
mengembang, lakukan tahapan berikutnya.
3)
Ventilasi 20
kali dalam 30 detik
a)
Lakukan tiupan
20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
b)
Pastikan dada
mengembang, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas
4)
Ventilasi,
setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian
a)
Bila bayi sudah
bernafas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama.
b)
Bila bayi tidak
bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian setiap 30 detik.
c)
Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas spontan
setelah 2 menit diventilasi.
d)
Bila bayi tidak bisa dirujuk, hentikan tindakan
resusitasi jika setelah 20 menit upayah ventilasi yidak berhasil.
6. Resusitasi BBL jika Air Ketuban Bercampur Mekonium
a. Definisi Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium
kental pekat dan berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan
mekonium pertama kali pada 12-24 jam pertama. Kira-kira pada 15% kasus,
mekonium dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum
persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban. Mekonium
jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium terlihat sebelum
persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal ini
merupakan tanda bahaya.
b. Penyebab Janin Mengeluarkan Mekonium Sebelum
Persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan
sebelum persalinan. Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasokan
oksigen (hipoksia). Hipoksia kan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi
sfingter ani sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan
risiko tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil
Lewat Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh mekonium (warna
kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada kehamilan normal.
c. Risiko Air Ketuban Bercampur Mekonium
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di
dalam rahim sehingga mekonium yang tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit
di jaringan paru bayi. Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak
saat lahir. Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan pneumonia
dan mungkin kematian.
7. Asuhan Pascaresusitasi
Asuhan pascaresusitasi adalah pelayanan kesehatan pascaresusitasi yang
diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Pelayanan kesehatan yang
diberikan berupa pemantauan, asuhan BBL, dan konseling. Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah
menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
a. Resusitasi
Berhasil
bayi
menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu
pemantauan dan dukungan.
1) Konseling:
a)
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah
dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
b) Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga
kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.
c) Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya.
Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera,
dapat memasok energi yang dibutuhkan.
d) Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
(asuhan dengan metode Kangguru).
e) Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali
tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera
bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi.
2) Lakukan asuhan bayi baru lahir :
a) Anjurkan ibu menyusui sambil memperhatikan dan
membelai bayinya
b) Beri vitamin K antibiotik salep mata imunisasi
hepatitis B
3) Lakuakan pemantauan terhadap bayi
a) Tanda-tanda kesulitan bernafaspada bayi,
seperti nafas megap-megap frekuensi nafas < 30 kali per menit atau > 60
kali per menit, bayi kebiruan atau pucat, bayi lemas.
4) Jagalah bayi agar tetap hangat dan kering.
b. Asuhan pada Bayi yang Memerlukan Rujukan
Bila bayi
pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas rujukan. Tanda-tanda Bayi yang memerlukan
rujukan sesudah resusitasi
1)
Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit
atau lebih dari 60 kali per menit
2)
Adanya retraksi (tarikan) interkostal
3)
Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap-
megap (bising napas inspirasi)
4)
Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5)
Bayi lemas
Apabila resusitasi
tidak/ kurang berhasil, bayi memerlukan rujukan lakukan :
1)
Konseling
a)
Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu
dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan ibu atau keluarganya.
b)
Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi
secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk
menemani ibu dan bayi selama perjalanan rujukan.
c)
Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang
dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru
melahirkan bayi yang sedang dirujuk.
d)
Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang
diperlukan selama perjalan ke tempat rujukan.
2)
Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
a)
Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan,
warna kulit, suhu tubuh) dan catatan medik.
b)
Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala
bayi dan bayi dalam posisi “Metode Kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu
bersama bayi dalam satu selimut.
c)
Lindungi bayi dari sinar matahari.
d)
Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera
kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya
3)
Asuhan lanjutan
Merencanakan
asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat membantu
pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila
kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan
kesehatan bayi tetap terjaga.
c. Resusitasi
tidak berhasil
Bila bayi
gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan
upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan
syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral
yang adekuat Secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk
memahami masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai
adat dan budaya setempat.
1)
Dukungan
moral
Bicaralah dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan
resusitasi dan rencana rujukan yang telah didiskusikan sebelumnya ternyata
belum memberi hasil seperti yang diharapkan. Minta mereka untuk tidak larut
dalam kesedihan, seluruh kemampuan dan upaya dari penolong (dan fasilitas
rujukan) telah diberikan dan hasil yang buruk juga sangat disesalkan bersama,
minta agar ibu dan keluarga untuk tabah dan memikirkan pemulihan kondisi ibu.
Berikan jawaban yang memuaskan terhadap setiap pertanyaan yang diajukan ibu dan
keluarganya. Minta keluarga ikut membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu
dengan memperhatikan nilai budaya dan kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian
atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap
bayi yang telah meninggal.
Ibu mungkin merasa sedih atau bahkan menangis.
Perubahan hormon saat pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi
sangat sensitif, terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan
perasaannya, minta ia berbicara dengan orang paling dekat atau penolong.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat, dukungan moral
dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu
dekat.
2)
Asuhan lanjutan bagi ibu
Payudara ibu
akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin juga timbul rasa demam
selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi pembengkakan payudara dengan cara
sebagai berikut:
a)
Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan
sedikit tekanan menggunakan selendang /kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
b)
Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.
3)
Asuhan tindak lanjut: kunjungan ibu nifas.
Anjurkan ibu
untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2 minggu). Ovulasi bisa
cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan bayi. Banyak ibu yang tidak
menyusui akan mengalami ovulasi kembali setelah 3 minggu pasca persalinan. Bila
mungkin, lakukan asuhan pascapersalinan di rumah ibu.
4)
Asuhan
tindak lanjut pascaresusitasi
Sesudah
resusitasi, bayi masih perlu asuhan lanjut yang diberikan melalui kunjungan
rumah. Tujuan asuhan lanjut adalah untuk memantau kondisi kesehatan bayi
setelah tindakan resusitasi.
Kunjungan
rumah (kunjungan neonatus 0 – 7 hari) dilakukan sehari setelah bayi lahir.
Gunakan algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk melakukan penilaian,
membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut.
Catat seluruh langkah ke dalam formulir tata laksana bayi muda 1 hari – 2
bulan.
a)
Bila pada kunjungan rumah (hari ke 1) ternyata bayi
termasuk dalam klasifikasi merah maka bayi harus segera dirujuk.
b)
Bila
termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada hari ke 2.
c)
Bila
termasuk klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi baru lahir di
rumah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Resusitasi adalah segala usaha
untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan otak yang
terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal seperti semula.
Tujuan resusitasi adalah memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia, untuk oksigenasi darurat, mempertahankan jalan nafas yang
bersih, membantu pernapasan, membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi
spontan, untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2.
Bidan harus
siap melakukan resusitasi bayi baru lahir setiap menolong persalinan. Tanpa
persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga, walau hanya beberapa
menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau
meninggal. Persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan diri(bidan).
Setelah melakukan penilaian dan
memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan harus segera dilakukan.
Penundaan pertolongan dapat membahayakan bayi. Letakkan bayi di tempat yang
kering. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan di atas perut ibu atau di dekat
perineum.
B. Saran
Mahasiswa kebidanan diharapkan mengetahui dan memahami tentang resusitasi
pad bayi baru lahir karena merupakan salah satu masalah yang harus dikuasai
karena berkaitan dengan profesinya nanti. Dengan memahaminya tentu akan lebih
mudah dalam menerapkannya dalam kehidupan secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Indrayani, Djami.M.E.U.2013.Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:Trans Info Media
Noviastuti203
[2013], Resusitasi
Neonatus [online]
https://noviastuti203.wordpress.com/2013/05/03/resusitasi-neonatus-a-pengertian-resusitasiresusitasi-respirasi-artifisialis/ [12 maret 2013]
Prawirohardjo,
S .2010..Buku Acuan Nasiona Pelayanan
Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Maryunani,
A.2010.Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media